Minggu, 07 Juni 2009

Mikroba Antagonis sebagai Agensia Hayati Pengendali Penyakit Tanaman

Mikroba Antagonis sebagai Agensia
Hayati Pengendali Penyakit Tanaman

Mikroba antagonis merupakan suatu jasad renik yang dapat menekan,
menghambat atau memusnahkan mikroba lainnya. Dengan demikian,
mikroba antagonis berpeluang untuk digunakan sebagai agen hayati
dalam pengendalian mikroba penyebab penyakit tanaman.

Penyusun: Ma’rifatul Janah, di kutip dari : Hanudin, Endang Sutarya,
Soma Mihardja,dan Iskandar Sanusi.

Penggunaan agen pengendali hayati (APH) dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah: (1) aman bagi manusia, musuhalami; (2) dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; (3) produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pesti sida; (4) terdapat di sekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan (5) menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali
dalam satu musim panen.
Berbagai spesies mikroorganisme telah berhasil ditemukan dan dievaluasi keefektifannya sebagai APH tanaman. Beberapa APH yang telah diteliti diuraikan berikut ini.

Bakteri

Kelompok bakteri yang telah banyak diteliti dan digunakan untuk APH adalah genus Bacillus, di antaranya B. polimyxa, B. subtilis, dan B. thuringiensis. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan rumah kaca, B. subtilis nomor isolate BHN 13 yang disolasi dari perakaran tanaman amarilis di Cibadak, Sukabumi, dapat mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh R. solani pada tanaman krisan. Diduga antibiotic yang dikeluarkan bakteri tersebut dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan R. solani. Seperti dilaporkan oleh Baker pada tahun 1991 dan Sitepu tahun 1993, mekanisme penekanan suatu mikroba antagonis terhadap bibit penyakit dapat terjadi melalui kompetisi ruang dan hara serta antibiosis.
Untuk genus Erwinia, ternyata Erwinia carotovora yang tidak menimbulkan penyakit dapat menekan spesies Erwinia lainnya. Di Jepang,mikroba antagonis ini telah diformulasikan dalam bentuk tepung untuk mengendalikan penyakit busuk lunak pada kubis dan petsai.
Pada genus Pseudomonas, yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman antara lain adalah Pf. APH ini kebanyakan berada pada permukaan akar berbagai jenis tanaman. Bakteri ini dapat mengendalikan penyakit bercak daun akibat infeksi P. phaseicola pada buncis, penyakit layu Fusarium oxysporum pada gladiol, serta penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum pada cabai, tomat, dan jahe. Selain itu, Pf nomor isolate 9 yang ditumbuhkan pada media King’B yang mengandung FeCl3 dan disuspensikan ke dalam larutan 0,1 M MgSO4 dapat menekan serangan penyakit akar bengkak yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae pada tanaman caisin hingga 72,51% dan mempertahankan hasil panen sebanyak 84,15%.
Pf mengeluarkan antibiotik,siderofor, dan metabolit sekunder lainnya yang sifatnya dapat menghambat aktivitas mikroorganisme lain. Siderofor, seperti pyoverdin atau pseudobacin diproduksi pada kondisi lingkungan tumbuh yang
miskin ion Fe. Senyawa ini menghelat ion Fe sehingga tidak tersedia bagi mikroorganisme lain. Ion Fe sangat diperlukan oleh spora F. oxysporum untuk berkecambah. Dengan tidak tersedianya ion Fe maka infeksi F. oxysporum ke tanaman berkurang.
Beberapa jenis antibiotik yang diproduksi oleh Pf adalah pyuloteorin, oomycin, phenazine-1-carbo-xylic acid atau 2,4-diphloroglucinol. Antibiotik ini efektif menghambat perkembangan populasi dan penyakit yang ditimbulkan oleh cendawan Gaeumannomyces tritici, Thielaiopsis basicola, dan R. solanacearum.
Di samping menekan perkembangan populasi dan aktivitas patogen tanaman, Pf dapat memacu ketahanan tanaman terhadap penyakit. Pf strain G32r dapat memacu aktivitas enzim fenilalanin amoliase, suatu enzim yang terlibat dalam pembentukan gen ketahanan tanaman tembakau. Selain itu, bakteri P. gladioli, P. putida, dan P. aeruginosa serta Xanthomonas malthophillia (Xm) dapat digunakan sebagai APH penyakit tanaman.

Cendawan/Jamur

Kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. Pada tahun 2002 telah berhasil diproduksi secara massal biofungisida berbahan aktif T. harzianum dalam bentuk butiran dan tepung yang bernama Naturalindo. Biaya produksinya berkisar Rp12.000/kg.
Cendawan lain yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman adalah F. oxysporum nonpatogenik (Fo NP). Beberapa peneliti melaporkan, Fo NP efektif mengendalikan penyakit layu Fusarium pada ubi jalar dan strawberi. Fo NP strain 10-AM dapat memacu pembentukan gen ketahanan pada setek panili terhadap infeksi penyakit busuk batang panili (BBP) dan lebih efektif dibanding fungisida yang biasa digunakan oleh petani. Dengan demikian, untuk memperoleh setek panili bebas penyakit BBP, Fo NP sangat berpotensi menggantikan fungisida sintetis atau teknologi lainnya yang biasa digunakan untuk itu.


Actinomycetes

Salah satu kelompok actinomycetes yang telah diteliti dan digunakan sebagai APH penyakit tanaman adalah Streptomycetes. Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik, efektif mengendalikan cendawan R. solani dan F. oxysporum pada kapas, dan sebagai perlakuan benih pada tomat untuk mengendalikan penyakit layu bakteri R. solanacearum. Biakan Streptomyces spp. nomor isolat A 20 efektif menekan serangan Sclerotium rolfsii pada tanaman paprika.


Virus

Penggunaan virus sebagai APH penyakit tanaman biasanya dengan strain virus yang dilemahkan, kemudian diinokulasikan pada tanaman. Metode ini sering disebut dengan inokulasi silang (cross protection) atau imunisasi sehingga tanaman menjadi kebal. Di Indonesia, virus yang dilemahkan, yang dikenal dengan nama Carna-5, terbukti efektif mengendalikan penyakit virus mozaik yang disebabkan oleh cucumber mozaic virus (CMV) pada tanaman tomat dan cabai hingga 96,17%. Produk ini telah dipasarkan dengan nama dagang BiaRiv-3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave Comment